"Menurutmu kau sudah putus dengannya?"
"Entahlah,"
"Dia tidak menghubungimu selama 2 minggu bukan? Apa kau yakin ia belum putus denganmu?"
"Lea, diamlah dulu,"
Gadis berambut pirang itu beranjak dari tempat duduknya. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud merusak suasana hatimu," ucapnya.
"Terimakasih Lea. Tapi sungguh, aku butuh waktu sendiri," jawabku.
Sekarang aku sendirian di kantin ini. Kurasa sebaiknya aku pulang. Sudah beberapa kali aku lebih memilih untuk sendirian dibanding menceritakan apa yang kualami pada orang lain. Aku hanya merasa takut apabila mereka hanya penasaran, bukannya peduli.
Aku merebahkan diri di kasurku yang masih rapi dan memejamkan mata, mengingat-ingat apa yang telah kualami. Terbayang di pikiranku segala hal yang telah kulakukan untuknya. Sekarang semua terasa sia-sia.
Layar handphoneku tiba-tiba menyala. "Karen, temui aku di stasiun jam 2 jika kau sempat. Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Kumohon datang." Itulah bunyi pesan yang dikirimkan seseorang padaku. Danny, itu nama pengirimnya.
Masalah bagaikan hujan yang tak kunjung reda. Di saat aku baru akan menenangkan diriku, sumber masalahku malah mengajakku bertemu. Danny, orang yang sudah berpacaran denganku sejak 2 tahun lalu tiba-tiba diam padaku selama 2 minggu. Aku sudah menelponnya, mengirimkan pesan, bahkan ke rumahnya, tapi tidak bisa bertemu dengannya. Kuakui sebelumnya aku melanggar janjiku padanya. Aku merusak nilai mata kuliahnya dengan terlambat mengembalikan catatannya. Menurut keluarganya ia pergi ke villa keluarga di daerah pegunungan.
Aku memejamkan mata, berharap semua masalah ini akan selesai saat aku membukanya kembali. Terdengar konyol mungkin, tapi akan baik jika itu adalah kenyataan. Aku menghela nafas, menghembuskannya perlahan. Kulakukan berulang-ulang untuk menenangkan hatiku yang masih sakit. Seketika aku kehilangan kesadaranku.
"Karen, ada tamu untukmu. Keluarlah!"
Aku tersentak. Kusempatkan diri melirik jam di sebelahku yang menunjukkan pukul 5. Astaga! Aku tanpa sengaja tidur terlalu lama. Behubung ada tamu, aku merapikan pakaianku dan kusisir rambutku supaya rapi.
Jantungku serasa berhenti berdetak saat melihat orang yang tengah duduk di ruang tamu rumahku. "Danny?" ucapku dengan suara terbatas.
Pria itu menatapku dengan tatapan kecewa. "Kau tahu, aku menunggumu di stasiun. Aku berharap kau orang pertama yang kutemui," kata Danny.
"Kau baru menghubungiku sekarang? Ke mana saja kau selama 2 minggu ini? Kau menghilang tanpa menghubungiku," aku menjawab tak mau kalah.
Danny menundukkan kepalanya. "Aku hanya butuh waktu sendiri. Maafkan aku," ucapnya. Ia menghela nafas, lalu melanjutkan, "Aku belikan ini untukmu."
Ia memberikanku sebuah boneka beruang berpita yang dibungkus plastik transparan berwarna merah muda. Aku terdiam sejenak saat melihat boneka itu.
"Jangan pikir aku menyogokmu dengan boneka itu. Boneka itu adalah gambaran ungkapanku sekarang ini," kata Danny.
Aku memiringkan alisku. "Maksudnya?"
"Beruang adalah binatang liar yang penyayang. Setiap tahun, ia akan berhibernasi, menutup diri dari kehidupan normalnya," Danny mulai tersenyum. "Namun, saat hibernasinya selesai, ia akan menjadi lebih baik dari sebelumnya,"
Aku tertunduk, benar-benar tak mampu mengungkapkan isi hatiku sekarang.
"Kau, aku akan sangat bersyukur bila kau bersedia memberiku waktu untuk sendirian. Aku berjanji akan menjadi sosok yang lebih baik untukmu, Karen," kata Danny sambil berdiri dan mendekatiku.
Air mataku berlinang saat mendengar kata-katanya. "Danny, maaf kalau aku berbuat salah. Aku...."
"Tidak usah khawatir. Manusia memang tak lepas dari kesalahan,"
Senyum terukir di bibirku. "Danny, kau yang terbaik untukku...."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar