Suasana langit sore yang begitu tenang, dihiasi dengan warna oranye yang indah. Angin yang sejuk juga tak mau kalah menambah keindahannya. Aku duduk dengan tenang di sebuah bangku taman untuk menenangkan hatiku sejenak.
Hatiku terasa berlubang. Seperti ada bagian besar yang hilang di dalamnya. Dua hari yang lalu, sabahatku yang terbaik meninggalkanku untuk selama-lamanya. Ia selalu hadir di sisiku dalam keadaan apapun. Walau ia bukan manusia, aku yakin, Jackie, anjing shihtzu peliharaanku bisa mengerti perasaanku.
Aku masih dapat merasakan ia hadir di dekatku. Aku bahkan masih mendengar bayang-bayang suaranya. Juga rambutnya yang panjang dan halus, serasa masih membelai kakiku. Semuanya terasa begitu nyata, seolah Jackie hadir di sini. Benarkah itu?
Aku melihat ke bawah, mendapati sosok kecil berambut putih dengan pola cokelat di badannya. Benar-benar mirip dengan Jackie! Apa ini imaginasiku saja? Atau Jackie sudah reinkarnasi? Kemudian aku mengangkatnya untuk duduk di pangkuanku. Ia menjilat tanganku, seperti yang dulu sering dilakukan Jackie. Tatapan matanya, suara nafasnya, semua mengingatkanku padanya. Tanpa sadar air mataku mengalir.
"Maaf apa anjing itu mengganggumu? Maaf aku sudah kehilangan dia sejak satu jam yang lalu. Kuharap ia tidak merepotkanmu,"
Aku tersentak, mendapati seseorang laki-laki seusiaku dengan membawa bola anjing di tangannya. Dia pemilik anjing ini. Aku langsung berdiri dan mengembalikan anjing itu padanya.
"Tidak, dia anjing baik. Aku menyukainya." jawabku.
Perlahan ia mengambil anjing itu dengan hati-hati dari tanganku dan menatap mataku.
"Maaf, apa yang terjadi? Kenapa matamu...."
Aku buru-buru menghapusnya. Aku benar-benar lupa bahw tadi tanpa sadar air mataku mengalir.
"Tidak, tidak apa-apa. Dia anjing baik. Aku menyukainya,"
Dia masih menatapku. Aku jadi benar-benar salah tingkah, tidak tahu apa yang harus aku lakukan atau katakan.
"Kau pernah pelihara anjing bukan? Kau mau membicarakannya sejenak?"
Aku mengiyakan tawaran itu. Kami duduk di kursi dan ia mengelus anjingnya dalam pangkuannya. Kami mulai berbincang.
"Bagaimana kau tahu aku pernah memelihara anjing?" tanyaku penasaran.
"Caramu memegang Jimmy. Itu yang membedakannya dari orang lain. Aku tahu kau pasti menyayangi anjingmu bukan?" jawabnya.
Akhirnya aku menceritakan semuanya kepada orang itu, yang akhirnya aku tahu bernama Peter. Ia juga mengerti perasaanku, mungkin karena kami sama-sama pernah memiliki sahabat anjing. Percakapan itu membuat kami merasa sangat dekat.
"Kau tahu, ia tidak meninggalkanmu. Walau kau tidak bisa melihatnya, ia tetap tinggal di dalam hatimu,"
"Terimakasih, aku merasa jauh lebih baik sekarang," ucapku.
"Sama-sama. Ngomong-ngomong, aku tinggal di rumah dalam gang ketiga ke kanan dari taman ini. Kau bisa berkunjung kapan saja jika ingin bermain dengan Jimmy. Dan satu lagi...."
Ia mengeluarkan secarik kertas kecil dari dalam saku celananya dan juga pulpen. Jimmy yang melihatnya langsung memanjat kakinya, bersiap ingin mengambil kertas tersebut untuk dimainkan. Aku tersenyum melihatnya.
"Ini nomor teleponku. Mungkin aku tak akan sebaik Jackie, tapi aku akan berusaha menjadi teman bicara yang baik," ucapnya sambil menyerahkan kertas tersebut.
Semenjak hari itu, setiap jumat sore sepulang kuliah aku berkunjung ke rumahnya, menemui Jimmy. Kupikir Jimmy menyukaiku dan ia sudah menganggapku orang dekat. Dan juga Peter, kuaikui, dia adalah teman bicara yang baik. Terkadang ia juga curhat masalah Jimmy, tapi topik bicara kita juga bisa hal-hal lain. Aku yakin, sekarang Jackie sedang tersenyum, menatap aku yang juga bisa tersenyum sekarang. Bukan karena melupakannya, tapi karena aku yakin ia akan selalu tinggal di dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar